Pangkalpinang, Jurnalis Online Indonesia - Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas (KPLP) Narkotika Kelas IIA Pangkalpinang, Dedi Cahyadi angkat bicara terkait pemberitaan di media online Penababel.com mengenai adanya keterlibatan dua warga binaan pemasyarakatan (WBP) Rendy Kacuk dan Romi dalam kasus tindak pidana penyiraman air keras terhadap Ropi Yanti warga Parit Lalang beberapa hari lalu.
"Saat ini kami masih menunggu proses penyidikan lebih lanjut dari pihak polres Pangkalpinang terkait adanya keterlibatan dua warga binaan kami dan kami akan senantiasa membantu serta memberikan ruang terbuka terkait pengembangan kasus," kata Dedi CH melalui sambungan selularnya kepada Redaksi Penababel.com dan Jurnalis Online Indonesia, Kamis (21/08/2025).
Sebelumnya dalam pemberitaan kasus penyiraman air keras yang dialami oleh Ropi Yanti (29) pada Rabu (13/8/2025) malam sekitar pukul 21.45 WIB, dimana para pelaku penyiraman air keras yakni Muhammad Reihan (16) warga Girimaya dan Feri Kabau warga Kampung Asam mengakui jika aksi penyiraman air keras tersebut atas perintah narapidana dari Lapas Narkotika Kelas IIA Pangkalpinang.
"Fery Kabau yang nyiram sedangkan ku bawa motor bae. Ku ni dak tau apa maksud Fery Kabau nyiram tu pakai aek keras, ku cuma diajak bae tuk bawa mtr," aku Muhammad Raihan dalam channel Youtube Tim Buser Naga tertanggal 18 Agustus 2025 : https://youtu.be/SfnqBmoC7fk?si=2K5IeA8esZmWfdW_
Ia juga mengakui di depan Tim Buser Naga sudah dua kali diajak Fery melakukan pekerjaan kotor.
"Dua kali ku diajak Fery Kabau, dimana sebelum tu Fery ngajak ku ke Kampung Munggu nagih hutang atas perintah Rendi yang sekarang berada di LP Narkoba. Ku juga dapat upah dari Fery atas pekerjaan nyiram pakai aek keras ni sebesar Rp. 2.000.000," tuturnya.
Sementara itu Fery Kabau juga dalam channel Youtube Tim Naga mengakui nama penyuruh/pemberi perintah kerja dari orang dalam (napi dari dalam lapas sustik) untuk melakukan penyiraman air raksa kepada Ropi Yanti.
"Yang nyuruh ku nyiram korban pakai aek raksa tu nama Rendi als Reto dan Romi. Dua-duanya merupakan narapidana di Lapas Narkotika Kelas IIA Pangkalpinang," aku Fery Kabau seraya menyebutkan perintah melalui sambungan selular.
Dalam melakukan aksinya , Fery Kabau dapat upah Rp. 4 Juta hingga Rp. 5 Juta.
"Ku diupah 4 smpai 5 juta dan dikirim ke rekening dana," bebernya.
Dilain waktu, Redaksi menghubungi Katim Buser Naga Aiptu Rudi Kiyai melalui telepon selular, Rabu (20/08/2025) menjelaskan jika saat ini kasus dalam proses penyidikan lebih lanjut.
"Saat ini kami lagi mendalami kasus ini dimana berdasarkan pengakuan kedua tersangka ada keterlibatan narapidana dari dalam LP Sustik. Kami sudah datangi Rendy dan Romy, namun mereka mengaku tidak kenal dengan Fery Kabau ataupun Romi," kata kiyai panggilan akrabnya.
Meruntut Dari Pengakuan Dua TSK, Penyidik dituntut Untuk Pengembangan Lebih Lanjut
Jika meruntut dari pengakuan Muhammad Raihan dan Fery Kabau, keterangan mereka bisa dikembangkan oleh pihak penyidik dimana adanya pengakuan kedua tsk jika mereka di perintahkan untuk melakukan aksi tindak pidana berat dan bahkan ada bukti transfer ke rek akun dana Fery Kabau.
Praktisi Hukum Angkat Bicara Terkait Adanya Keterlibatan Narapidana Lapas Narkotika Kelas IIA Pangkalpinang : Rendy Kacuk dan Romi
Praktisi Hukum Iedil Fadliansyah menyebutkan jika dalam hukum acara pidana Indonesia, pengakuan tersangka memang punya nilai penting, tapi bukan satu-satunya alat bukti yang menentukan. Berikut penjelasan tentang kekuatannya untuk mengembangkan suatu perkara pidana:
1. Pengakuan Bukan Alat Bukti Tunggal
Menurut Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah hanya: Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan terdakwa. Jadi pengakuan tersangka/terdakwa hanyalah salah satu bentuk keterangan terdakwa, tidak bisa berdiri sendiri tanpa didukung alat bukti lain.
2. Nilai Kekuatan Pengakuan
Pengakuan bisa menjadi pintu masuk bagi penyidik untuk mengembangkan kasus, misalnya mengungkap jaringan pelaku lain, menemukan barang bukti, atau menguatkan keterangan saksi. Tetapi jika pengakuan tidak didukung bukti lain, pengadilan bisa mengabaikannya. Mahkamah Agung sudah berkali-kali menegaskan bahwa "confessio sola non sufficit" (pengakuan saja tidak cukup).
3. Syarat Pengakuan Bernilai
Agar pengakuan punya kekuatan pembuktian:
- Diberikan secara bebas (tanpa paksaan, tekanan, atau penyiksaan).
- Konsisten dengan fakta persidangan dan alat bukti lain.
- Mempunyai hubungan logis dengan peristiwa pidana yang dituduhkan.
4. Peran dalam Pengembangan Kasus
Pada tahap penyidikan: pengakuan tersangka bisa dipakai untuk menemukan tersangka lain, jaringan kejahatan, atau barang bukti tambahan.
Kesimpulan:
Pengakuan tersangka bisa sangat kuat untuk mengembangkan kasus pidana (misalnya membuka jaringan atau mengungkap pelaku lain), tetapi tidak dapat dijadikan dasar tunggal untuk membuktikan kesalahan. Harus selalu didukung oleh alat bukti lain sesuai Pasal 184 KUHAP.
(Yuni Zianty/Reza Erdiansyah, SH).
Tidak ada komentar
Posting Komentar